Rizki Hamdani sudah mulai bisa bernafas lega. Keprihatinannya melihat kenyataan tidak ada regenerasi petani di saat ia hijrah ke Jombang, telah berhasil dibuktikannya dengan mengajak anak muda untuk kembali bertani.
Bangkrut dan Menjadi Kuli Panggul
Handphone saya berdering ketika saya sedang duduk di teras mushala setelah menyelesaikan sholat Ashar. Suara di ujung sana dari Rizki, orang yang sedang saya tunggu. Pria berkaus putih bertuliskan Astra itu ternyata berada tak jauh dari posisi saya duduk. Segera saya menyusul ke rumahnya yang dekat dengan mushala.
Siang hari itu di bulan Oktober 2022 saya menemuinya di rumah lawas milik keluarga istrinya yang sekaligus sebagai Markas Santami (Santri Tani Milenial) di Jalan Sisingamangaraja No 1/420 Desa Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang.
Setelah mempersilakan duduk, Rizki Hamdani (36) mulai bercerita tentang perjalanan hidup dan mimpinya hingga bisa seperti sekarang ini. Saya agak kaget ketika mendengar dialeknya seperti bukan orang Jawa. Dan ternyata dugaan saya benar.
Pria keturunan Aceh Medan ini lahir di Jakarta dan menghabiskan masa sekolahnya di Aceh mulai dari SD hingga SMA. Masa kecil yang pernah dijalaninya di Bireun Aceh dengan banyak bermain di bawah pohon kopi. “Setiap hari saya mengumpulkan kotoran musang yang berisi biji kopi,” ujarnya sambil tertawa. Sehingga hal ini sangat mempengaruhinya dalam mencintai bidang pertanian dan peternakan di kemudian hari.
Melanjutkan kuliah yang bertolak belakang dengan hobinya di bidang pertanian dan peternakan yaitu di jurusan Gizi – Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Setelah menamatkan kuliahnya kemudian berwirausaha di kota yang sama namun hanya berjalan di tempat tidak ada kemajuan.
Rizki melanjutkan ceritanya, suatu hari ia mengantar seorang saudara dari Jakarta untuk menjenguk anaknya yang mondok di sebuah pesantren di Jombang. Ia berkenalan dengan santriwati cantik bernama Sylvia Nur Rohma. Jatuh cinta pada pandangan pertama yang kemudian berlanjut ke jenjang pernikahan dan membuatnya hijrah ke Jombang tahun 2015.
dok. pribadi
Di ruang tamunya yang berlantai ubin teraso Rizki bercerita kalau wirausaha bebek dan lele di dua tahun pertamanya di Jombang mengalami kebangkrutan karena dia tidak melakukan riset terlebih dahulu juga tidak memiliki pengalaman sama sekali. “Saya sangat sayang keluarga, apa pun saya lakukan demi asap dapur terus mengebul. Saya menjadi kuli panggul selama dua tahun,” ungkapnya tanpa malu.
Berkeliling Jombang Mencari Masalah untuk Diselesaikan
Teh hangat dihidangkan di meja ruang tamu dan Rizki melanjutkan ceritanya lagi. Tidak patah semangat karena telah mengalami kebangkrutan, pria yang selalu optimis ini mulai berkeliling Jombang. Mencoba mencari tahu, masalah apa yang ada di Jombang dan sekiranya bisa diselesaikan untuk dicarikan jalan keluarnya terutama di bidang pertanian dan peternakan.
Dan Rizki menemui beberapa permasalahan di Jombang yaitu tidak adanya regenerasi petani. “Saya banyak melihat yang menjadi petani di Jombang itu berusia 45 – 70 tahun. Kemudian saya lakukan riset kecil-kecilan dan interaksi pada responden usia 17 – 35 tahun. Ternyata didapat hasil kalau mereka menganggap pertanian bukanlah sesuatu yang bisa untuk dijadikan pegangan hidup. Kebanyakan dari mereka lebih memilih bekerja menjadi buruh di pabrik ketimbang menjadi petani,” ujarnya prihatin. Berangkat dari permasalahan tersebut, ia ingin membuktikan bahwa dari bertani dan berternak bisa mendatangkan penghasilan yang menjanjikan.
Permasalahan kedua yang ia temui di Jombang yaitu terdapat banyak lahan tidak produktif akibat faktor pembangunan. “Saya banyak temukan lahan kritis yang kalau saat musim kemarau, lahannya sangat kering dan kalau musim hujan bisa tergenang sehingga tidak ada tanaman yang bisa bertahan tumbuh. Sehingga saya mencoba mencari cara agar lahan tidak produktif bisa produktif lagi dengan menanam apa?”
Idealismenya sebagai pemuda Indonesia yang tidak hanya memikirkan masalah pribadi tetapi juga mencari jalan untuk bangkit bersama Indonesia agar banyak anak muda tertarik kembali bertani dan mulai mengelola lahan tidak produktif dengan memilih tanaman tahan banting.
Pendekatan Antropologi
Melihat permasalahan yang ada di Jombang khususnya bidang pertanian, bapak dari tiga orang anak ini mulai mencari solusi. Tidak adanya regenerasi petani membuatnya miris, “Justru Indonesia negara agraris yang memiliki dua musim dan memiliki tanah luas dan subur yang kaya tanaman pangan, namun ternyata banyak anak muda yang tidak mau menjadi petani. Heran betul saya melihatnya,” ujarnya sambil geleng-geleng kepala. “Dan saya berpikir keras bagaimana caranya supaya bisa menciptakan program regenerasi petani tersebut.”
Rizki yang suka membaca ini bertutur, “Saya mulai melakukan pendekatan antropologi yaitu pendekatan ke pesantren salaf dengan pertimbangan biasanya apa yang dikatakan kyai, maka santri akan nurut manut ke kyai”.
Keputusannya untuk memilih pesantren salaf karena santri di pesantren tradisional ini hanya mengaji Kitab Kuning serta tidak membekali santrinya dengan pendidikan formal seperti pesantren modern pada umumnya, tetapi justru santri dibekali skil kewirausahaan seperti bertani dan berternak.
Pesantren-pesantren salaf ini memiliki lebih sedikit santri dibanding dengan pesantren modern. Namun jumlah pesantren salaf di Jombang lumayan banyak.
Rizki Hamdani bersama Kyai Amin pemilik Pondok Pesantren Fathul Ulum Jombang (sumber: www.penamerahputih.com)
Pesantren salaf yang pertama dikunjungi Rizki di tahun 2017 adalah Pesantren Fathul Ulum milik KH Ahmad Habibul Amin (biasa dipanggil Kyai Amin) yang berlokasi di Desa Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Kyai Amin yang mengasuh 275 santri putera dan puteri ini mempunyai visi misi menjadikan pesantren salaf berdaya mandiri dengan mencetak santripreneur. “Banyak yang mengajukan konsep santripreneur ke saya, tetapi hanya Rizki yang istiqomah,” ujar Kyai Amin.
Tidak menjadi sebuah kegagalan bagi pesantren bila santri lulus tetapi tidak menjadi guru mengaji.
Tetapi akan menjadi sebuah kegagalan bila santri tidak bisa apa-apa dan tidak menjadi apa-apa.
Integrated Farming System dan Kelompok Santri Tani Milenial
Sambil mengajak saya berkeliling di sekitar rumahnya yang teduh dan asri ditanami buah anggur dan kolam lele, pria kelahiran 8 September 1986 bercerita bahwa harapannya saat itu untuk melahirkan petani muda mulai tampak di pelupuk mata. “Saya sering ditegur istri saya, kok mau kerja gak digaji?”
Infografis
Para santri setiap hari didampingi langsung menjalankan Integrated Farming System (sistem pertanian terpadu) di Pesantren Fathul Ulum. Sambil sesekali menjawab telfon yang masuk, sulung dari tiga bersaudara ini juga menjelaskan tentang Kelompok Santri Tani Milenial yang dibentuknya di akhir tahun 2019.
“Integrated Farming System dari program KSTM memadukan komponen pertanian, perikanan dan peternakan. Untuk pertanian ada padi, lemon, klengkeng, pisang cavendish, anggur dan durian. Sedangkan perikanan ada budidaya ikan lele. Dan untuk peternakan ada ayam, bebek, domba, kambing dan sapi,” tambahnya lagi.
Santri yang turut bagian akan mengajukan program dan kemudian disetujui oleh pengasuh pesantren. Santri akan mendapat modal untuk membeli kebutuhan bertani atau berternak. Bila saatnya panen tiba, santri diminta untuk berbagi keuntungan yang akan disalurkan ke infaq, badan usaha pesantren dan investor. Bila ada sisa bisa menjadi bagian keuntungan dari santri itu sendiri untuk ditabung. Tetapi bila merugi, santri tak membayar apa pun untuk mengganti kerugian.
Dari hasil tani dan ternak di pesantren ini telah memiliki aset ratusan juta dari masing-masing unit usaha. Dimana unit usaha tersebut adalah unit usaha bebek, unit usaha sapi dan seterusnya yang diwadahi dalam Badan Usaha Milik Pesantren.
Tidak hanya memajukan pesantrenpreneur dan santripreneur itu sendiri, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan karena memiliki sistem pertanian terpadu dengan prinsip zero waste. “Membuat BOKASHI yaitu pupuk organik dari limbah kotoran hewan dan kompos sehingga tidak ada sampah yang sisa terbuang” ujarnya memberi contoh. Dan BOKASHI produksinya bisa mencapai 200 ton per tahunnya.
Strateginya untuk mencetak petani milenial yang dimulai dari Pesantren Fathul Ulum sebagai pilot project kemudian diikuti oleh pesantren salaf lainnya di Jombang. “Alhamdulillah sekarang total anggota santri yang telah bergabung di KSTM mencapai jumlah lebih dari 800 orang yang dibagi dalam 50 kelompok dari 20 pesantren salaf. Satu kelompok bisa terdiri dari 15 hingga 20 orang,” ujarnya sumringah.
Karena kerja keras Rizki memelopori Santri Tani Milenial serta Integrated Farming System di pesantren sehingga Pesantren Fathul Ulum berhasil meraih juara 3 dari Astra dalam KBANNOVATION 2019 dengan tema “Inovasi Kita, Inspirasi Negeri”.
dok. pribadi
Dan ini sangat membuatnya bangga, “Bayangkan, dari pesantren salaf yang sering dipandang sebelah mata, tetapi malah berhasil meraih juara. Karena ini semua memang keinginan kuat kyai dan para santri untuk pengembangan pesantren yang mandiri,” ujar Rizki sambil tersenyum lebar.
Astra sangat menyadari kiprah Rizki Hamdani dalam memajukan bidang lingkungan di Jombang. PT Astra International Tbk sebagai perusahaan multinasional yang memiliki Catur Darma, salah satu butirnya yaitu bermanfaat bagi bangsa dan negara. Diharapkan di mana pun Astra berada, sehingga dapat memberi manfaat ke semua lapisan tidak terkecuali bagi Kelompok Santri Tani Milenial melalui Integrated Farming System di pesantren salaf. Untuk saat ini terdapat 15 pondok pesantren di bawah binaan Astra yang tersebar di Aceh, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Salah satu dukungan Astra terhadap Santri Tani Milenial di Pesantren Fathul Ulum dengan diadakannya Festival Santri Tani Milenial 2021. Acara yang dibuka langsung oleh Mentri Pertanian Bapak Syahrul Yasin Limpo mendapat sambutan luas dari masyarakat Jombang yang diwakili 306 desa dan 80 desa di antaranya adalah Kelompok Santri Tani Milenial itu sendiri.
Sorgum, Solusi Lahan Non Produktif di Jombang
Perjalanan Rizki di Jombang dalam sektor agribisnis dengan terus mengembangkan Kelompok Santri Tani Milenial tidak hanya terbatas dengan Integrated Farming System di pesantren saja. Menghadapi kenyataan di Jombang yang masih banyak ditemui lahan kritis non produktif, Rizki pun tak tinggal diam. Pria yang mengaku introvert ini beberapa kali melakukan riset juga banyak membaca. Dan akhirnya mencoba mengelola lahan kritis dengan bertanam sorgum agar bisa kembali menjadi lahan produktif.
Saya yang masih asing dengan tanaman sorgum sedikit kaget juga. Rizki menjelaskan bahwa sorgum merupakan tanaman asli dari Afrika dan sekarang menyebar ke seluruh dunia. Tanaman tahan banting ini mudah tumbuh di lahan marginal potensial kritis dan toleran terhadap kondisi kekeringan mau pun genangan seperti yang banyak ia temui di Jombang.
“Tanaman sorgum ke depannya sangat bisa dijadikan sebagai bahan pangan alternatif sesuai dengan program pemerintah yang mulai mendorong produksi sorgum di wilayah Indonesia Timur,” terangnya. Tanamannya setinggi tanaman jagung dan kandungan nutrisinya juga tidak kalah dengan beras dan jagung. Karena saya penasaran dengan sorgum, Rizki mengajak saya ke salah satu ladang sorgum Kelompok Santri Tani Milenial yang dibinanya.
Dengan lincah Rizki menyetir motor Honda PCX putihnya di tengah kemacetan sore hari itu. Matahari mulai bergulir ke barat ketika kami tiba di ladang sorgum di Desa Balong Ombo Kecamatan Tembelang Kabupaten Jombang. Bapak Ramdani menyambut kami di ladang sorgum milik KSTM Langgar Grobyak seluas 3 hektar itu. “Berkat menanam sorgum, pendapatan kami meningkat hingga 60 juta per bulan,” ujar Pak Ramdani.
Bapak Ramdani anggota KSTM Langgar Grobyak dengan Rizki Hamdani di ladang sorgum (dok. pribadi)
Sambil melihat-lihat ladang sorgum, Rizki melanjutkan ceritanya tentang CV Santami Berkah Utama miliknya yang ia dirikan tahun 2019 dan sudah berbadan hukum di tahun 2021. Santami itu sendiri singkatan dari Santri Tani Milenial. Perusahaannya ini merupakan salah satu dari empat perusahaan yang mendapat izin penangkaran benih sorgum dari Dinas Pertanian Jawa Timur.
“Saya sangat senang dengan pekerjaan ini. Sekarang saya mempunyai banyak mitra di bidang pertanian. Mitra bisa order produk ke kami melalui e-catalog yang sudah disediakan. Saya juga sering diundang hingga ke Jawa Tengah sebagai fasilitator untuk pendampingan program Astra,” ujarnya yang saat ini dibantu enam orang karyawan.
Upaya Rizki dengan menanam sorgum bersama KSTM binaannya di Jombang merupakan salah satu caranya bangkit bersama untuk Indonesia. “Apa yang saya lakukan dengan menanam sorgum di lahan non produktif termasuk dalam mendukung program pemerintah tahun 2023 untuk 150,000 hektar menuju ketahanan pangan nasional,” jelasnya lagi.
Kemudian kami berpindah ke belakang rumah Pak Ramdani yang tak jauh dari ladang sorgum. Terdapat mesin sosoh dan mesin lainnya untuk proses pasca panen sorgum. Mata saya menangkap sorgum kering yang masih memiliki tangkai. Senang sekali hati saya ketika diperbolehkan membawa pulang tangkai sorgum tersebut. Azan Maghrib mulai berkumandang, bersama-sama kami shalat berjamaah di Langgar Grobyak yang tak jauh dari rumah Pak Ramdani.
Usai shalat, kopi panas sudah tersedia di ruang tamu rumah Pak Ramdani. Hening sesaat, mata Rizki menerawang, “Saya selalu teringat pesan orang tua agar bisa memberi manfaat untuk orang lain dan selalu ikhlas dalam bekerja. Dan kerja ikhlas saya selama ini mulai menuai hasil.”
Visi misi dari seorang Rizki hanya sederhana, ia ingin berbagi kebaikan dengan menaikkan derajat para petani. Yaitu dengan cara mengajak generasi muda untuk menjadi petani. “Karena petani sebetulnya juga sangat butuh untuk dibantu dalam inovasi sistem pertanian,” pungkasnya.
Rizki berfoto dengan anggur di rumahnya
(dok. pribadi)
Saya dibonceng Rizki menuju ladang sorgum
(dok. pribadi)
BOKASHI pupuk organik
(dok. pribadi)
Tanaman sorgum
(dok. pribadi)
Hasil olah sorgum menjadi tepung dan beras sorgum (dok. pribadi)
Komitmen Astra untuk terus mengembangkan potensi empat pilar yaitu berfokus pada pendidikan, kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Dan Rizki Hamdani berhasil meraih SATU Indonesia Awards 2020 dalam bidang lingkungan karena ia berani melakukan perubahan kecil di lingkungannya, tetapi memberi perbedaan yang signifikan. Ke depannya diharapkan akan banyak Rizki lain yang terinspirasi dengan ide dan usahanya.
Tidak hanya keluarganya yang sangat bangga, Bupati Jombang dan Tenaga Ahli Wakil Menteri Pertanian RI yang sangat dekat dengan Rizki juga turut bangga. Acara SATU Indonesia Awards 2020 saat itu diadakan secara virtual disebabkan masih masa pandemi.
Perjalanan 65 tahun Astra untuk kemajuan Indonesia telah banyak menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat. Kembalinya generasi muda untuk bertani yang dipelopori Rizki Hamdani yaitu Santri Tani Milenial melalui Integrated Farming System serta pengelolaan lahan non produktif melalui tanaman sorgum juga tak lepas dari bantuan Astra. Terima kasih Astra, teruslah untuk memberi kontribusi dan inspirasi dengan bangkit bersama untuk Indonesia tercinta.
*) Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Anugerah Pewarta Astra 2022