Assalamualaykum Happy People,
Kemarin sore ketika sedang memberi kursus make up 3 orang murid di studio make up, saya ditelfon Neng Lia sepupu ayahnya Dinda dari Jakarta, yang mengabarkan bila Akinya Dinda sudah meninggalkan kami semua untuk selamanya. Langsung terasa jantung berhenti, deg…. makjleb rasanya. Antara percaya dan tidak percaya, kami berdua saling bercerita dan akhirnya pecah tangis kami berdua di telfon sore itu.
Karena memang malamnya saya bermimpi Aki ada di rumah yang bukan rumahnya. Rumahnya baru karena Aki pindah ke rumah yang lebih kecil dari yang ditempati sebelumnya. Aki terlihat sangat jelas tubuhnya, sedang Nini dan Titan keponakan saya hanya samar-samar terlihat. Mimpinya agak lama, karena di mimpi itu saya berkegiatan dengan Aki dan keluarganya. Mungkin Aki pamit dengan saya kali yah, dengan hadirnya lewat mimpi malam itu. Paginya saya langsung kirim Whatsapp ke Uwi, bundanya Titan menanyakan kabar Aki. Yang rencananya Aki akan pindah ke RS Siloam bila diperlukan hari itu.
Iya.. memang sebelumnya Aki dirawat di RS Pelni, dan siang harinya tanggal 1 Agustus saya mendengar kabar dari Renni adiknya Amel yang iparnya Uwi, kalau Aki masuk ICU siang itu.
Sebelumnya tanggal 30 dan 31 Juli 2019 ketika shalat saya banyak berdoa untuk kesembuhan Aki. Walau jarang WA dengan Uwi, saya sempatkan WA ke Uwi menanyakan kabar Aki yang kala itu memang sedang dirawat di RS Pelni.
Kadang ada kelegaan di hati ini, lebaran lalu saya berkunjung ke rumah Aki di Pengumben Kebon Jeruk mengantarkan Dinda cucunya yang juga anak saya. Alhamdulillah saya bertemu dengan Aki, sungkem dan menciumnya. Terlihat lebih kurus setelah sekian tahun kami tidak berjumpa. Karena memang saya dan Dinda sejak tahun 2015 pindah ke Kota Malang. Tidak banyak bercerita, Aki kembali beristirahat ke kamarnya setelah menemui kami, dan saya mengobrol dengan Uwi, Nini juga keponakan-keponakan sambil melepas rindu.
Bulan Juni ketika saya di Pamekasan, saya dihubungi oleh Neng Lia untuk melakukan video call dengan Aki. Neng Lia berkunjung ke RS menjenguk Aki yang kala itu masuk ke RS lagi dan menyambungkan saya dengan Aki melalui video call. Karena sebelumnya saya memang selalu kontak dengan Neng Lia untuk mendapat kabar Aki. Di video call itu, Alhamdulillah Aki masih jelas berbicara dengan saya. Katanya, “Gak pegel tuh kaki jalan-jalan terus?” Ah.. ya tidak Ki, mumpung liburan nih… hehe. Sayang sekali ketika itu Dinda si Anak SMA tidur siang dan tidak sempat mengobrol dengan Akinya.
Akinya Dinda dalam kenangan saya, laki-laki yang bertanggung jawab untuk keluarganya, rajin beribadah, penyayang binatang, suka memancing dan ini menurun kepada Dinda. Pernah Dinda ikut pergi mancing dengan Aki, eeeh Dinda pemancing cilik dan perempuan satu-satunya di kolam itu, lho. Ketika itu Dinda masih SD kelas 2 kalau tidak salah. Pernah juga saya, Dinda dan ayahnya Dinda ke Balikpapan bersama Aki dan Nini. Rencana utama memang Aki dan ayahnya Dinda mau mancing di laut bersama Om yang tinggal di Balikpapan. Kalau saya sih tidak ikut mancing di laut. Kala itu Dinda masih bayi usia 7 bulan dan sakit panas ketika tiba di Balikpapan. Masuk angin kali yah naik pesawat. Huhu

Aki, Nini, Dinda bayi dan Saya (dok. Pribadi)
Akinya Dinda dalam kenangan adalah orang yang tegas, dengan postur tubuh yang perawakan tinggi dan gagah karena memang mantan perwira Polisi yang berdinas di Polairud. Perutnya tidak buncit seperti bapak-bapak Polisi lainnya, upsss. Aki memang rajin push up dengan satu tangan lho. Keren nggak tuh.
Saya suka nyetirin mobil Galant hiu matic-nya, alias minjem hmmm… Asyik banget nyetir mobilnya Aki. Dari jaman hamil besar Dinda, nyetirin mobil 2500 cc, mengantar Nini arisan, belanja ke Pasar Bendungan Hilir atau saya pinjam mobilnya untuk pergi ke Rawamangun berkunjung ke rumah Papa Mama saya. Usai meminjam mobilnya, setelah Dinda tertidur, saya cuci malam-malam di depan kandang burung beo. Kadang juga saya lupa mencucinya. Maklum, mau enaknya saja yah saya ini. Ya enak laah.. Kebut-kebutan dengan mobil senyaman itu sambil nyanyi dengan suara keras lagu Metallica, membelah jalan tol Kebon Jeruk – Rawamangun. Aah.. Tapi itu nggak lama, soalnya saya disuruh Papa untuk bawa mobil Kijang jaman kuliah di Trisakti dulu. Dan Dinda kecil pun mulai naik Kijang Super yang masih manual, hand rem-nya masih yang model tarik tangan dan setirannya belum power steering. Beratttt tapi tarik maaaang… aduh, jadi melantur kemana-mana, deh.
Juli 2012 saya dan Dinda pamit ke Aki. Kala itu sore hari saya menghampiri Aki yang sedang memberi makan ayam-ayam Bangkoknya di kebun. Aki pun masuk ke rumah setelah beres dengan ayam-ayamnya. Kami berdua pamit baik-baik dan berencana pindah ke rumah kontrakan dekat sekolah Dinda. Aki saat itu hanya diam, tetapi dengan berat hati merestui kepindahan kami, hanya Nini yang beberapa kali mengajukan pertanyaan kepada saya.
Akinya Dinda dalam kenangan kami semua, sudah meninggalkan saya, Dinda, dan orang-orang yang menyayanginya. Kenangan dengan Aki banyak sekali yang tidak dapat saya ceritakan di sini. Saya banyak berterima kasih kepada Aki, karena beliau, saya dapat menyusui Dinda full ASI. Memang tidak disengaja dan direncanakan untuk resign dari kerja di Citibank setelah cuti melahirkan sudah habis. Beberapa hari saya masuk kerja, Dinda menangis terus karena memang tidak bisa ngedot. Suatu sore pulang kantor saya dijemput ayahnya Dinda dan Aki. Aki hanya diam saja di mobil tidak banyak bicara atau menyinggung soal resign saya. Dan saya besoknya mengajukan resign seketika hari itu juga, tidak butuh 30 hari lagi. Alhamdulillah, karena full menyusui itu bounding saya dengan Dinda cukup kuat sampai saat ini.
Sejak tahun 1999 saya mengenal beliau, awal mula ketika berpacaran dengan ayahnya Dinda selama 2 tahun. Kemudian menikah tahun 2001 dan mulai tinggal di rumah beliau hingga tahun 2012. Banyak suka duka ketika saya hidup bersama dengan keluarga Aki selama 10 tahun lebih, tetapi memang manusia hanya bisa menjalankan, Allah semua yang berkehendak. Kalau saya menangis di lantai atas sampai terdengar ke lantai bawah, Aki berteriak, “Ada apa, Dyaaah”. Aki itu paling susah kalau mendengar ada yang menangis. Gak tega melihat perempuan menangis hehe. Dan saya itu cengeng banget orangnya #TutupMukaPakeHanduk
Saya coba ikhlaskan kepergian Aki. Dari kemarin masih menetes air mata ini mengenang beliau. Sore kemarin memberi kursus make up untuk 3 murid saya sambil menangis dengan mata sembab sambil sesekali menangis sesenggukan sehingga suasana studio hening sepi yang biasanya penuh obrolan dan canda tawa. Padahal saat itu ada 9 orang di studio. Bener kan kalau saya itu cengeng banget. Menulis cerita ini pun tak hentinya air mata menetes. Sampai malam hari masih banyak teman yang WApri menanyakan kepergian Aki. Terima kasih untuk teman dan saudara tersayang yang sudah memberi perhatian kepada kami. Mohon maaf bila tidak dapat membalas komen satu persatu di Facebook saya.
Terima kasih ya Aki.. Dyah banyak terima kasih. Pernah mengenal Aki walau tak lama… dan maafkan Dyah ya Aki.. Kalau Dyah banyak salah dan khilaf yang belum tersampaikan ke Aki. Aki sudah tenang beristirahat di sana.
Saya sangat berbahagia ketika Neng Lia menyampaikan kepada saya, bila Aki beberapa kali berucap saya adalah menantunya yang baik. Walaupun sudah tidak menjadi menantunya lagi sejak tahun 2012, tetapi saya selalu menganggap Aki dan keluarganya seperti keluarga saya sendiri.
Pagi ini saya meliburkan kursus make up karena hati masih sedih. Terus terang, saya tidak dapat ke Jakarta bersama Dinda mengantar Aki ke peristirahatannya yang terakhir. Tetapi tadi malam Mama dan Papa sudah pergi untuk takziah ke rumah duka mewakili saya dan Dinda. Dan pagi ini Mama sudah memesankan bunga tabur dan ronce melati untuk keranda yang nanti akan membawa jenazah Aki. Jenazah rencana dimakamkan dengan upacara militer hari ini setelah shalat Jumat di Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat.
Ya Allah.. Ampuni dosa Aki, terimalah amal dan perbuatan beliau di sisiMu. Semoga almarhum Aki, Kombes Pol (Purn) Drs Tubagus Achmad Nazif diberi husnul khatimah. Aaamin Yaa Robbal Alamin.
Malang, 2 Agustus 2019, 07.08 WIB – Akinya Dinda dalam kenangan