Gubuk Senja Malang, Cafe Tengah Sawah Ala Tradisional Jawa – Di Malang Raya lagi banyak bermunculan cafe outdoor. Hal ini dapat menghindari penularan COVID-19 yang sudah banyak muncul variannya.
Gubuk Senja di Malang saya kunjungi setelah saya berenang di D’Embung Park yang lokasinya berjarak sekitar lima kiloan. Pas banget kan, rasa lapar muncul setelah berenang dan menikmati menu di Cafe Wisata Gubuk Senja.
Baca juga: D’Embung Park Tajinan Malang, Wisata Edukasi Bayar HTM Seikhlasnya
Seperti apa wisata kuliner Malang Gubuk Senja, yuk kita simak di artikel di bawah ini.
Lokasi dan Akses Menuju Ke Gubuk Senja Malang
Gubuk Senja Malang berlokasi di Kertowinangun, Tangkilsari, Kec. Tajinan, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65172. Kalau dari rumah saya yang di Joyo Agung sekitar kurang dari satu jam dengan menggunakan kendaraan roda dua.
Melewati Kedung Kandang yang jalan aspalnya tidak mulus, hati-hati Happy People ketika berkendara. Jangan terlalu dekat dengan kendaraan yang berada di depan. Terlalu dekat menyebabkan tidak akan terlihat kondisi jalan berikutnya.

Sayang ketika saya ke Gubuk Senja saat mendung dan sawah telah dipanen
Kalau dari Warung Pedas Tangkilsari hanya lurus saja dan posisi kuliner Malang ini kemudian belok kanan sedikit. Karena kami dari D’Embung Park yang berlawanan dengan dari Warung Pedas Tangkilsari, tentunya kami belok kiri untuk menuju Gubuk Senja.
Pengalaman dari Mbak Niken, ketika mengendarai motornya yang mengikuti saya dari belakang selepas kami dari D’Embung Park. Info dari Mbak Niken, ketika itu dia melihat ada kayu besar di tepi jalan dan motor saya melaju di samping kayu seukuran tangan orang dewasa. Ketika Mbak Niken melewati kayu tersebut, ternyata itu adalah seekor ular yang tadinya dikira kayu. Dan Mbak Niken langsung tancap gas menyusul saya.
Sedangkan saya tidak tahu menahu soal ular tersebut. Maklum ya, mata sudah minus, plus dan silinder. Dan hari itu saya tidak menggunakan kacamata. Alhamdulillah, kami selamat dari ular tersebut. Sebaiknya sebelum melakukan perjalanan, hendaknya selalu membaca doa mau pergi, ayat kursi dan sholawat Nurizati. Inshaa Allah perjalanan akan aman selalu dalam lindunganNya.
Memang jalan dari D’Embung Park itu jalan desa yang tidak terlalu lebar dan kanan kiri jalan masih banyak kebun tebu. Posisi Gubuk Senja wisata Malang ini yang mengharuskan kami belok kiri, ternyata keterusan dan melewati jembatan sungai irigasi. Jangan khawatir, ada belok kiri berikutnya tetapi lebih kecil jalannya.
Ternyata jalan apakah itu, Marimar? Itu tuh jalan kecil sekali seperti jalan setapak di samping sungai irigasi. Bayangin dong, kami seperti menyetir motor di pematang sawah, ish lebay banget yak, wkwk. Mau putar balik ya gak bisa, mundur pun juga gak bisa dan akan jauh sekali, alamat kami tercebur di sungai karena kecilnya jalan tersebut. Karena kami bukan pemain sirkus, duuuh. Beneran lho, harus kudu wajib menjaga keseimbangan menyetir di jalan kecil seperti itu.
Eh tapi ada beberapa anak remaja sedang nongkrong ketika ada perempatan kecil dan kami bertanya, ternyata Gubuk Senja sudah terlihat dari posisi kami. Kami hanya perlu berjalan lurus sedikit masih di samping sungai kemudian belok ke kanan. Ah, lega juga kami sudah mau mendekati Gubuk Senja.
Jadi tolong diperhatikan ya, kalau mau ikut mbolang dengan saya, tidak boleh rewel dan pasti akan menghadapi medan yang tidak terduga, tetapi ini ya saya hajar saja. Dan ini kerap saya temui, entah itu melewati jalan berlumpur seperti ke Teras Tegal Brakseng atau jalan makadam ketika mau ke Coban Jahe. Tetapi kadang sudah sampai lokasi saya sering dihadirkan dengan mendengar suara, penampakan atau aroma yang tidak wajar. Eh saya kebanyakan halu ya, wkwk.
Baca juga: Teras Tegal Brakseng Batu, Cafe di Tengah Kebun Sayur
Suasana Gubuk Senja

Menu Makanan Minuman dan Harganya
Setelah memilih gubuk dan berfoto sebentar, baru saya memesan menu ke meja pemesanan yang ada di rumah joglo.
Ada minuman tradisional aneka wedang mulai harga Rp 10,000 hingga Rp 15,000 seperti wedang uwuh, wedangjahe sereh, wedang kopi surup, wedang kopi poleh, wedang corona. Eh saya nggak nanya juga ya, wedang corona itu apa ya, huhu.
Minuman lain seperti serbay tomay, wedang jeruk, wedang teh, beras kencurm temulawak, dawet, coffee beer, dan minuman lainnya mulai harga Rp 6,000 sampai dengan harga Rp 20,000.
Kalau jajanan buat cemilan ada juga nih Happy People. Seperti tahu petis, tahu bakso, donat gulo dan somai.
Sedangkan menu makanan yang disebut manganan ndadak yang terdiri dari aneka lalapam. Seperti lalapan iwak tuna asapm iwak patin asap, iwak asin, lele goreng, rempelo ati, wader crispy, udang cryspi, petek (ayam) kampung, bebek goreng yang dimulai dengan harga Rp 14,000. Tidak terlalu mahal menurut saya sih.
Aneka kripik juga tersedia di sana, seperti kripik pisang kecil, miler, pedesan, emping, bayem, rengginang, permen sunduk, es lilin, yang pas banget dinikmati dengan suasana khas tradisional Jawa.
Menurut saya, agak lama pesanan tiba di gubuk kami. Dan keadaan lauk juga nasi sudah tidak panas. Ini apa karena anginnya yang sangat kencang sehingga langsung adem makanan kami. Kalau rasanya ya standar saja. Pas di lidah saya yang memang mengurangi garam.
Untuk penyajian makanannya, menyesuaikan dengan suasana desa yang khas tradisional Jawa. Apalagi kalau bukan disajikan dicobek tanah liat yang dialasi daun pisang. Senang sekali melihat sajian tradisional seperti itu.
Saat itu saya memesan lalapan wader, lalapan bebek dan lalapan ayam. Lalapan timun dan terong rebus dengan sambel. Sambelnya sedikit, karena harga cabe saat itu memang masih tinggi. Sebetulnya bisa nambah sambel, hanya Rp 4,000 saja tapi sekali lagi kami males jalannya ke meja pemesanan.
Kalau untuk penyajian minumannya masih menggunakan gelas kaca biasa. Tidak seperti di Tomboan Ngawonggo yang menggunakan gelas batok kelapa, sehingga terasa sekali nuansa tradisional dan suasana desanya.
Baca juga: Tomboan Ngawonggo, Kuliner Tradisional Ala Pedesaan di Malang
Senang rasanya bisa menikmati makan bersama di tengah sawah salah satu cafe hits di Malang ini. Saya menghabiskan pesanan dengan cepat karena memang masa pertumbuhan, eh maksudnya kan usai berenang di D’Embung Park, jadinya laper banget getu.
Kami di sana tidak menunggu hingga senja turun. Saya selalu upayakan melakukan shalat Maghrib di rumah. Dan kami berpisah arah di fly over Buring, Mbak Niken ke arah Pakis, saya ke arah Dinoyo. Semoga bisa mbolang bareng lagi. Mbolang sebagai salah satu cara kami untuk self healing, menikmati perjalanan, kuliner, kearifan lokal, so happy!
Happy People jangan lupa mampir ke Gubuk Senja di Malang. Konsep cafe di tengah sawah memang sedang viral saat ini. Seperti Angkringan Cak Jo Klithik Tulungagung yang pernah saya kunjungi juga.