Pengalaman Sidang Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Malang – Sudah bulat langkah saya untuk menggugat cerai suami kedua. Tadinya ada rasa malu. Masa iya sih, kembali ke Jakarta dan jadi janda lagi?
Dari tahun 2018 sudah packing barang-barang tetapi ternyata urung juga keluar dari rumah kontrakan suami. Suami mengatakan bila keluarga ini keluarga pura-pura. Yang kompak hanya saya dan anak saja. Sudah lelah rasanya bila komplen ke suami tetapi sering tidak ditanggapi untuk masalah anak-anaknya yang tidak respek kepada saya. Dan selalu saja saya masih terngiang-ngiang kata-kata mertua ke suami agar menceraikan saya di depan muka saya, yang terjadi setahun setelah kami menikah yaitu Juli 2016. Sampai sekarang saya masih mikir, kok ada ya orang yang kayak getu? Nyuruh anaknya ceraikan istri di depan istrinya.
Selama menikah saya mengalami psikosomatis dan sakit-sakitan. Sehingga timbul tumor tahun 2016 dan pendarahan selama sebulan dimana ternyata setelah diperiksa ada penebalan dinding rahim yang berujung operasi kuret pada tahun 2017. Tahun 2018 -2019 siklus menstruasi saya hanya bisa dihitung tidak sampai lima jari. Tahun 2020 saya tidak mengalami menstruasi sama sekali.
Sakit kepala setiap malam dan gatal-gatal di kulit kerap saya rasakan. Jadi ya begitu rasanya dikelilingi oleh toxic people. Mereka mungkin menganggap saya toxic juga kali ya, karena saya banyak mengatur anak-anak tiri tetapi tidak pernah direspon. Makanya saya bahagiakan mereka dengan saya mundur dari keluarga mereka.
Tahun 2019 suami mengatakan semua terserah pada saya. Eh lucu banget yah, udah nyerah dia. Tetapi saya masih mencoba enjoy dengan menciptakan surga di dunia saya sendiri. Saya sebagai seorang make up artist, mencoba mencari kesibukan lain. Dengan aktifitas mulai membuat blog dan bergabung dengan komunitas blogger dan local guide di Kota Malang dan Kota Batu.
Selama itu saya selalu berdoa minta petunjuk kepada Allah SWT tetapi makin lama saya malah makin takut untuk berdoa. Kenapa? Karena selalu ada saja yang menunjukkan kalau dia memang tidak baik untuk saya. Ya mau apa lagi? Di awal Desember tahun 2020 tanpa diduga hanya karena masalah sepele muncullah pertengkaran dan berujung kata pisah. Eh iya, katanya kalau orang lagi marah itu mengungkapkan kejujuran apa yang ada di unek-uneknya. Dan semua pertengkaran saya rekam di hp kok.
Dan saya langsung packing barang-barang. Saya minta anak saya untuk ke Jakarta tempat asal kami (orang tua saya berdomisi di Jakarta) untuk berlibur dengan kata lain saya ingin menyelamatkan psikisnya karena situasi rumah untuknya sudah tidak kondusif lagi. Cukup saya saja yang menghadapi situasi seperti itu. Selama 25 hari saya sendirian tidur dan kerja di studio make up. Memang sudah tidak ada itikad dari suami untuk mengajak saya bicara. Saya juga santai saja, sambil mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal saya dan Dinda anak saya. Juga saya masih menerima murid-murid dan tamu di studio make up.
Apakah saya menyesal? Iya, saya menyesal, kenapa bisa menikah sama duda bawa anak seperti dia? Kalau menyesal itu selalu belakangan, kalau di awal namanya pendaftaran, haha. Ketika saya menjanda selama dua tahun di Jakarta ada beberapa duda yang mendekati dengan membawa anak, tetapi saya mundur teratur. Ada letkol Angkatan Laut, manager Telkom, manager BUMN, semua duda dengan membawa anak dan saya mundur alon-alon.
Tidak halnya dengan mantan suami yang orang Blitar berdomisili di Kota Malang saat itu bertemu dengan saya hanya dua kali di Jakarta dan langsung mengajak menikah. Saya langsung terkiwir-kiwir mengiyakan. Saya bloon banget ya, mau-maunya meninggalkan keluarga besar saya dan karir saya yang saat itu mulai menanjak sebagai make up artist di Jakarta. Bertemu dengan suami di Jakarta sekitar bulan Oktober 2014 (yang katanya punya apartemen di Jakarta, haha #ketipu) kemudian menikah di awal bulan Mei 2015. Dan semua berakhir di Pengadilan Agama Malang pada akhir bulan Januari 2021.
Baca juga:
- DIY Wedding White, All planned by me
- Cara Mengurus Surat Cerai di Pengadilan Agama Malang
- Yang Kulakukan Saat Pasca Perceraian
- Setahun Menjanda, Bagaimana Rasanya
- Keajaiban Scripting LoA, Banyak Keinginan Sudah Tercapai
Pengalaman Sidang Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Malang
Sidang Cerai Gugat Pertama
Setelah memasukkan gugatan cerai pada tanggal 12 Januari 2021 di Pengadilan Agama Malang, hari itu juga saya diberi tahu untuk jadwal sidang pertama. Sidang cerai gugat pertama akan dimulai hari Kamis tanggal 21 Januari 2021.
Wuih cepat juga ya, saya pikir tuh bakal dipanggil bulan depannya. Ternyata tidak, tuh.
Tanggal 20 Januari 2021 papa saya dari Jakarta datang ke Malang karena memang niat untuk menemani sidang di pengadilan. Padahal saya sudah info ke papa kalau di pengadilan nanti, pengantar tidak diperkenankan masuk ke gedung. Hanya diperkenankan menunggu di luar gedung. Tetapi papa tetap datang ke Malang untuk menemani sidang gugat cerai dan melihat rumah kontrakan saya yang baru.
Ya tapi kan memang papa masih bertanggung jawab sebagai ayah karena memiliki anak perempuan seperti saya. Karena semua itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak nanti. Papa yang luar biasa buatku.
Pagi tanggal 21 Januari 2021, jam 7.00 WIB saya mengirim pesan ke Whatsapp Pengadilan Agama Malang untuk mendapat nomor antrian. Sekarang memang dimudahkan. Ketika baru mendaftar gugatan tanggal 12 Januari lalu, saya langsung mendapat pesan dari Whatsapp Pengadilan Malang. Isinya berupa format-format link yang kita bisa tinggal klik untuk keperluan mengambil nomor antrian, informasi jadwal sidang, informasi putusan, informasi akta cerai dan lain sebagainya.
Pagi itu saya mendapat nomor antrian nomor 10 di ruang sidang 1 untuk sidang gugat cerai saya. Sedangkan sidang baru dimulai jam 9.00 WIB. Saya berangkat dari rumah bersama papa sekitar jam 8an. Kami sampai di Pengadilan Agama Malang sekitar jam setengah sembilan kurang.
Dengan membawa amplop coklat yang tempo hari dari loket B dan HP yang berisi jawaban Whatsapp dari Pengadilan Agama Malang, saya menuju petugas sekuriti untuk menunjukkan pesan Whatsapp dan diambilkan nomor antrian yang diprint di mesin antrian. Info dari petugas, jika kurang lima nomor, saya baru boleh masuk ke gedung. Sekarang dipersilakan untuk duduk menunggu di luar.
Ada panggilan menggunakan speaker untuk yang menghadiri sidang. Ketika lima nomor antrian sudah dipanggil masuk, saya masuk menuju gedung. Ada dua ruang sidang yang disediakan. Kami duduk di kursi dengan jarak yang sudah ditentukan. Terdapat layar TV LED di atas pintu ruang sidang. Saya duduk di depan pintu masuk ruang sidang 1.
Sambil memperhatikan layar televisi dan tiba nomor antrian saya yaitu nomor 10. Saya yang dari tadi celingukan mencari tergugat (eh nyariin nih yee), ternyata tergugat tidak hadir. Saya masuk ke ruang sidang 1 sendirian dengan suara ketukan sepatu heels saya menggema di seluruh ruang sidang. #eaaa
Rasanya gimana masuk kesana? Ah entahlah, bercampur aduk rasanya. Sambil mengucap salam dan deg-degan salah tingkah di depan 3 orang bapak hakim yang berpeci dan berjubah hitam yang sedang duduk di belakang meja bertaplak hijau. Ada seorang pria lagi tanpa peci mungkin tugasnya lebih ke administrasi membantu para hakim, mencatat atau memanggil saksi.
Saya dipersilakan maju dan duduk di depan sebelah kiri. Kemudian saya diminta untuk membuka masker sebentar. Sepertinya mau dicocokkan wajah saya dengan foto yang ada di buku nikah.
Salah seorang bapak hakim langsung bertanya kepadaku, “Jangan cerai ya? Nanti nikah, eh cerai lagi?” Saya hanya tersenyum miris tanpa bersuara. “Gimana Dyah? Gak usah cerai saja, yah?” Sekali lagi pak Hakim mencoba menjalankan tugasnya agar saya membatalkan gugatan cerai. Saya hanya bisa menjawab dengan suara tercekat, “Mohon maaf Majelis Hakim Yang Mulia, kehadiran saya sudah tidak diinginkan oleh tergugat dan keluarganya. Dan saya ingin kembali ke Jakarta.”
“Oh, Dyah ini asalnya dari Jakarta?” Tanya Pak Hakim, “Iya Pak Hakim, saya menikah dengan orang Blitar yang tinggal di Malang dan diboyong kesini,” Pak Hakim menyahut dengan melas, “Owalah, dari Jakarta malah cerai, ya?” Saya tuh rasanya mau nangis deh mendengar kata-katanya Pak Hakim. Tetapi itu beneran bikin melas deh, huhu.
Kemudian Pak Hakim bertanya lagi, “Suaminya kemana, Dyah? Kok tidak datang?” Dan saya menjawab, “Kurang tahu saya, pak. Karena kami sudah tidak pernah komunikasi lagi.” Lanjut pak Hakim lagi, “Ini dia menerima surat panggilan tanggal 14 Januari 2021 dan sudah ditandatangani olehnya. Coba sini lihat, benar atau tidak ini tanda tangan suaminya?” Saya pun maju menghampiri meja dan melihat, eh bener lho dia tanda tangan tapi kenapa gak datang yah. Eaaa ngapain saya nanya ya, dia aja udah males kali liat muka saya, ya ngapain juga datang, haha. Saya hanya mengiyakan dan membenarkan bahwa itu tanda tangannya.
“Oke, sidang ditunda minggu depan,” ujar pak Hakim. Saya rada melongo sih waktu itu. Waduh kok ditunda sih? Ditunda sampe dia datang, getu? Bisa lama dong, huhu. Tetapi pak Hakim yang satunya berujar agar di sidang berikutnya hari Kamis depan saya harus menyiapkan dua orang saksi. Oh, baiklah #lega.
Setelah berpamitan kepada majelis hakim dan saya keluar ruangan. Hanya sembilan menit saja saya berada di dalam ruang sidang 1. Sebelum keluar pintu gedung, petugas sekuriti menghampiri saya dan memberi selembar kertas yang harus saya isi. Yaitu kertas berisi data-data saksi, dan kertas itu harus saya bawa di sidang berikutnya.
Bila tergugat hadir di sidang pertama, maka agenda berikutnya adalah mediasi. Tetapi karena di sidang pertama tergugat tidak hadir, maka dilanjutkan ke sidang kedua dengan saya penggugat menghadirkan dua orang saksi.
Sekitar jam 10.45 WIB saya dan papa sudah berada di dalam kendaraan menuju pulang ke rumah.
Sidang Cerai Gugat Kedua
Sidang cerai gugat kedua dilanjutkan hari Kamis tanggal 28 Januari 2021. Kalau ke saya memang tidak ada surat panggilan yang dikirim ke rumah saya. Hanya melalui pesan di Whatsapp ada reminder/pengingat ada sidang lanjutan minggu depannya.
Sidang kedua saya menyiapkan dua orang saksi yaitu papa dan Mbak Ifa yang sering datang ke rumah untuk menghibur saya. Saksi ini boleh keluarga atau teman, asal mengenal tergugat.
Pagi itu saya mendapat kabar bila Mbak Ifa tidak dapat hadir karena harus membantu bidan melahirkan. Tetapi suaminya yaitu Mas Bagong bersedia menjadi saksi. Alhamdulillah. Mas Bagong juga dulu sering saya panggil ke rumah untuk membantu seperti mengecat, memasang antena TV, mengantar saya keliling kalau saya lagi nggak enak badan dan lain sebagainya.
Jam 7 pagi Whatsapp antrian ke Pengadilan Agama Malang sudah dibuka. Saya langsung mengirim pesan dengan menge-klik format daftar antrian dan tak lama saya mendapat balasan. Saya mendapat nomor antrian nomor 7 di ruang sidang 1.
Jam 8 lewat saya dan papa berangkat menuju Pengadilan Agama Malang yang terletak di jalan Raden Panji Suroso no 1, Malang. Sesampainya di sana, suasana agak sepi. Saya langsung masuk menuju gedung dan lapor ke petugas sekuriti sambil menunjukkan hp yang berisi pesan Whatsapp dari Pengadilan Agama Malang. Petugas menanyakan surat saksi yang belum saya isi datanya. Saya diminta untuk mengisi data juga menyertakan foto copy KTP saksi. Di gedung juga bisa melakukan foto kopi tanpa dikenakan biaya. Langsung saya keluar gedung dan menghubungi mas Bagong agar lekas datang ke pengadilan dan tidak perlu foto kopi di jalan.
Setelah papa dan Mas Bagong mengisi data-data, saya lapor lagi ke petugas tadi. Katanya surat dipegang saja dan menunggu di luar gedung seperti minggu lalu. Etapi karena yang sidang gak banyak, gak lama menunggu di luar, petugas membuka jendela dan memanggil yang mau sidang agar semua segera masuk ke gedung. Bergegas saya masuk dan memakai kalung bertuliskan tamu perkara serta duduk manis di depan pintu ruang sidang 1.
Saya celingukan lagi, sepertinya tergugat tidak hadir lagi. Aman nih pikir saya. Moga aja nanti langsung putusan, saya berdoa demikian. Aamiin.
Tiba saat nama saya dipanggil ke ruang sidang 1. Sambil mendengar nama saya dipanggil, Dyah Kusuma Susanti melawan Kartiko Wandowo untuk masuk ke ruang sidang 1. Saya memasuki ruang sidang 1 dengan ketukan sepatu heels saya yang menggaung di seluruh ruangan sidang yang sepi #duh.
Setelah saya masuk mengucap salam dan duduk, pak Hakim meminta saya untuk membuka sebentar masker yang menutupi sebagian wajah. Ciyee,, bapak-bapak hakim pada kepo dengan kecantikan paripurna saya, hush. Mau cocokin sama yang di pas foto kali yah. Kemudian pak Hakim menanyakan, “Suaminya kemana Dyah? Tidak datang?” yang saya jawab, “Tidak, Pak.” Lanjut Pak Hakim kembali, “Tetapi dia menanda tangani surat panggilan sidang kedua tempo hari.”
Pak Hakim sebelahnya meminta bukti yaitu kertas data dan foto kopi KTP saksi yang kemudian saya serahkan. Kalau diminta bukti rekaman suara, saya sudah ada semua nih. Tiga rekaman suara di HP yaitu ketika tengkar hingga sama-sama sepakat untuk pisah, rekaman kedua ketika saya meminta tergugat untuk ke Jakarta untuk mengembalikan saya ke wali nikah tetapi tergugat tidak berani ke Jakarta dan rekaman terakhir ketika mahram saya menjemput saya dan berpamitan ke tergugat.
Kemudian tak lama papa dan Mas Bagong masuk ke ruangan dan langsung duduk di kursi saksi yang berada di depan majelis hakim. Tak lama papa dan Mas Bagong diminta berdiri dan bersumpah secara Islam.
Yang pertama ditanya-tanya oleh pak Hakim adalah papa. Soal pertanyaan seperti apakah pernah melihat saya bertengkar dengan tergugat, bertengkar karena masalah apa dan sudah berapa lama saya keluar dari rumah tergugat dan beberapa pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang sama juga diajukan Pak Hakim kepada mas Bagong. Yang soal apakah pernah melihat saya bertengkar dengan tergugat, mas Bagong menjawab hanya mendengar dari istrinya yang sering dicurhatin oleh Mbak Dyah. Lanjut mas Bagong lagi, “Tetapi saya melihat sendiri anak tirinya tidak hormat kepada Mbak Dyah.” Dan Pak Hakim menyahut, “Maksudnya anak tiri?” Kemudian saya memohon ijin untuk menyambung, “Mohon maaf Majelis Hakim Yang Mulia, ini pernikahan saya yang kedua. Saya menikah dengan duda dua anak.” Pak Hakim bertanya lagi dari pernikahan ini tidak ada anak? Dan saya mengiyakan. (Untuuuung kagak punya anak, fiuhhh)
Di surat pengajuan permohonan gugat cerai kepada Ketua Pengadilan Agama Malang yang saya ajukan ada poin bila tergugat dan keluarga tidak menginginkan kehadiran penggugat di hidup tergugat, serta orang tua tergugatlah yang menyuruh penggugat dan tergugat bercerai.
Iya sih pada akhirnya saya yang mengajukan cerai gugat ke pengadilan agama. Biar sama-sama bahagia.
Ya gak bahagia, dulu saya sakit tumor sudah ke enam dokter di Malang menghadapi vonis dokter sendirian agar segera diangkat. Tetapi tergugat mengajak saya bersama teman-teman fotonya ke suatu kota di Jawa Timur. Saya dibawa ke sebuah pemakaman dan diminta mandi air kembang oleh dukunnya kemudian masuk ke kuburan untuk berdoa sepanjang malam. Saya waktu itu ya nurut-nurut saja, karena di Jakarta gak pernah ngalamin hal klenik seperti itu. Etapi sembuh, nggak? Ya nggaklaaah…
Pernah juga saya diberi sabun mandi batangan yang katanya sudah “diisi” oleh teman kleniknya. Sabun itu harus dipakai saat mandi. Saya juga kenal dengan temannya itu. Entah apa maksudnya dengan sabun sudah “diisi“. Bikin saya cantik juga nggak, tetapi kayaknya bikin saya tambah bloon deh. Huaaa.. Upsss.. jadi curcol kan.. Ya Allah, semoga ke depannya saya dijauhkan dengan hal-hal musyrik seperti itu lagi. Aamiin YRA. Jangan ya Allah, jangan lagi saya ikut-ikutan begetuan.
Eh lanjut cerita lagi. Setelah selesai dengan tanya jawab saksi yang kemudian saksi dipersilakan untuk keluar ruangan. Pak Hakim bertanya apakah jawaban-jawaban dari para saksi itu benar? Dan saya menjawab lantang, “Iya.” Pak Hakim menyambung lagi, “Sudah yakin ini mau diputuskan ya Dyah? Tidak akan menyesal, ya?” Langsung berkaca-kaca dong mata saya. Eh gile ye, saya jadi janda lagi huhu. Pak Hakim yang melihat mata saya berkaca-kaca menyambung, “Lho kok malah nangis, apa nggak jadi aja nih?” Saya sih hanya menyahut, “Maaf Pak Hakim. Lanjut saja pak, saya hanya merasa sudah lega sekarang.” #uhuk
Dan Pak Hakim yang duduk di posisi tengah langsung memutuskan dan mengetuk palu, tok tok tok tok. Hanya sekitar 15 menit saya berada di dalam ruang sidang 1. Alhamdulillah hari itu sudah putusan. Hanya dua kali sidang tanpa dihadiri tergugat dan langsung putusan. Makin merebaklah air mata saya. Ya bercampur aneka rasa di dalam hati saat itu. Antara lega, bahagia dan ada penyesalan kenapa saya bisa nikah sama tuh orang, huh. Ikhlaskan ya Dyaaah.
Saya tidak ada menuntut harta gono gini. Wanita strong, mandiri dan galak seperti saya tidak perlu mengemis harta gono gini. Eh, emangnya ada? Barang-barang pemberiannya seperti mesin cuci dan kulkas pun tak saya bawa. Saya kondisikan ketika meninggalkan rumahnya di Jumat terakhir Desember 2020 itu, seperti awal saya masuk ke rumahnya dulu ketika kami baru menikah.
Karena saya dari Jakarta juga banyak membawa barang. Beberapa barang-barang saya dari Jakarta ditukar dengan barang seken/bekas. Kirain dapet yang baru getu ya? Ya tidaklah, sis. Mulai dari motor, laptop ditukar dapet yang seken, Alhamdulillah. Printer pun diambil tapi tak dapat penggantinya. Ikhlaskan ya Jeng Dyah. Eh, curcol lagi yekaan.
Banyak janjinya kepada saya dan anak saya sebagai rayuan agar saya betah di Malang. Salah satunya janji membelikan motor untuk anak saya bila anak saya sudah SMA. Dan janji itu tak terealisasi sampai anak saya sekarang kelas 3 SMA dan kami bercerai.
Janji memberi uang belanja 8 – 10 juta setiap bulan? Alhamdulillah Ya Allah, jadi korban PHP 😂 Semua disyukuri saja, diambil hikmahnya jangan sampai tertipu lagi dan diikhlaskan supaya jalan saya ke depannya lebih ringan. Aamiin.
Sisa Biaya Perceraian
Keluar dari ruang sidang 1, saya disambut petugas sekuriti yang mengambilkan nomor antrian untuk ke loket C. Tak lama saya menunggu, nomor antrian saya C7 dipanggil menuju meja pembayaran dan pengembalian sisa panjar.
Petugas meminta amplop coklat kemudian saya berikan. Karena di dalam amplop coklat itu ada kopian kwitansi bayar panjar tanggal 12 Januari 2021 sebesar Rp865,000. Kemudian saya diminta tanda tangan di dua lembar kertas, ternyata saya baru mengetahui kalau ada pengembalian sisa panjar sebesar Rp108,000. Hm, ternyata masih ada susuk/ada sisa biaya perceraian.
Saya diminta menunggu waktu satu bulan untuk selesainya diproses akte cerai. Nanti akan ada informasi melalui Whatsapp. Bila tidak ada pesan di Whatsapp, saya bisa langsung datang mengambil akte cerai ke Pengadilan Agama Malang pada tanggal 28 Februari 2021. Saya mah orangnya baik, saya yang memroses sidang cerai gugat dan membayar semua biaya perceraian. Supaya tergugat merasa tidak saya gantung dan jelas statusnya. Ya kali supaya bisa segera menikah dengan pujaan hatinya #eaaa
Setelah selesai di Loket C, saya menghampiri papa di luar gedung dan pamit mengucapkan terima kasih kepada Mas Bagong. Kala itu Kota Malang sangat cerah, waktu masih menunjukkan jam 10 pagi. Dalam perjalanan menuju pulang, saya termenung. Saya sudah tidak bisa menangis lagi. Lucu juga, saya menangis terakhir itu tanggal 1 Desember 2020 ketika saya minta pisah. Dan terakhir saya menangisi nasib saya tadi barusan di ruang sidang di depan majelis hakim. Sudah cukup air mata ini menetes menyesali hidup saya dengan mantan dan keluarganya.
Saat ini saya lebih sehat dan lebih bahagia. Sejak saya mengucap pisah dan mulai pisah ranjang dengan tidur di lantai studio make up hingga kini, hilang semua sakit kepala dan gatal-gatal.
@happydyahdotcom♬ sonido original – Gerson Dalí
Perceraian di agama Islam memang tidak disukai oleh Allah SWT. Tetapi saya sudah niat meninggalkan semua kemudaratan dan Insha Allah semua karena ridha Allah SWT. Alhamdulillah semua sudah berjalan lancar.
Dan saya sekarang menjadi single mom, saya harus membesarkan anak sendirian di kota Malang ini dan saya harus tabah ikhlas menjalankan semua ini karena ini sudah diatur olehNya. Berhusnudzon selalu kepada Allah SWT.
Demikian pengalaman saya mengikuti sidang cerai gugat di Pengadilan Agama Malang. Cukup saya saja yang pergi ke pengadilan dan mengalaminya. Happy People jangan yaaa.
Semua proses di Pengadilan Agama Malang sesuai birokrasi resmi dan petugas semua cepat tanggap dan ramah melayani tamu perkara sehingga yang datang merasa nyaman dan tidak merasa khawatir. Terima kasih saya ucapkan kepada petugas dan para hakim di Pengadilan Agama Malang. Alhamdulillah disyukuri dan diambil hikmahnya, juga untuk mantan orang Blitar yang pernah bersama saya selama lima tahun tujuh bulan.
Tetap berhusnudzon padaNya, karena semua sudah ketetapan dariNya. Kita tidak tahu ke depannya seperti apa (bisa tahu kalau pergi ke dukun haha) yang pasti rencanaNya akan lebih indah, and I believe.
It’s not about THE MONEY
It’s about THE ATTITUDE